Sabtu, 26 Maret 2011

Tempe Pembawa Rejeki

Dengan mengayuh sepeda, yang dibelakangnya terdapat keranjang, seorang pria berkeliling kampung dan pasar di wilayah Cireunde, Rempoa, Jakarta Selatan. Sesaat ia berhenti di salah satu rumah di sebuah gang. Ia kemudian memberikan beberapa papan kecil tempe, yang dipesan pemilik rumah tersebut. Beberapa orang pembeli kemudian tampak mendatanginya, untuk membeli tempe. Setelah selesai, ia kembali mengayuh sepedanya, dan berkeliling menawarkan dagangannya.

Demikianlah rutinitas sehari-hari Sobirin (47), pria asal Pekalongan, Jawa Tengah, yang berprofesi sebagai penjual tempe tradisional.

Sejak tahun 1990, Sobirin sudah menekuni pekerjaan ini. Dengan modal Rp 900 ribu, yang dipinjamnya dari sebuah Koperasi Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) yang beralamat di Kalibata, Jakarta Selatan, ia membuka usaha pembuatan tempe. Uang tersebut digunakannya untuk membeli bahan dan peralatan membuat tempe.

Di pemukiman yang padat penduduk di Jalan Cireunde Ilir, Rempoa, Jakarta Selatan, Sobirin menyewa sebuah rumah berukuran kecil, yang sekaligus dijadikan tempat memproduksi tempe. Peralatan yang digunakan Sobirin untuk pembuatan tempe, sangat sederhana. Antara lain drum, plastik, daun dan mesin giling tradisional, yang membutuhkan tenaga yang kuat untuk memutar mesin gilingan itu.

Sobirin tidak sendiri dalam membuat tempe di rumahnya, Ia dibantu Tono, keponakannya dan anak laki-lakinya yang masih sekolah di SMA. Menurut Sobirin, sebelum dipasarkan, tempe yang berbahan utama kedelai dan ragi, harus melalui proses penguapan dan penjamuran selama empat hari empat malam.

Untuk mendapatkan tempe yang bagus dan tahan, Sobirin juga harus mengetahui cuaca atau udara diluar. Hal tersebut dilakukan agar tempe tidak mudah busuk. Selain itu, pembuatan tempe secara tradisional harus dilihat dari proses pencucian kedelai. Bila tidak bersih, tempe akan mudah busuk dan tidak tahan lama.

Setiap hari, Sobirin mampu memproduksi tempe sebanyak 250 bungkus, yang terjual habis dengan cara menyetor ke pelanggan dan sisanya dijual dengan cara diecerkan keliling kampung.

Dengan penghasilan bersih 40 ribu rupiah per hari, Sobirin juga menerima pesanan dari warteg disekitar rumahnya. Dari hasil penjualan tempe selama di Jakarta, ia mampu menghidupi dua istri dan 8 anak yang ada di kampung halamannya. Bahkan ia mampu menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi swasta di kampungnya.

Namun demikian, Sobirin pun pernah mengalami kegagalan dalam proses pembuatan tempe. Tapi hal itu tidak membuatnya putus asa. Ia terus belajar dari kesalahan dan akhirnya berhasil memproduksi tempe dengan hasil yang bagus dan mempunyai banyak pelanggan.

Menurut Sobirin, penyebab kegagalan pada pembuatan tempe, terutama jika salah dalam takaran pada obat tempe atau ragi. Tidak mudah memang membuat tempe.

Namun tempe, juga tahu merupakan makanan yang banyak digemari. Baik masyarakat bawah maupun kalangan atas. Bahkan menurut Sobirin, tempe juga dapat mengobati badan panas dingin atau sakit dengan cara : tempe mentah dimakan dengan dicampur gula merah, lalu dibakar atau dimakan begitu saja.(Suprihatin/Idh)

1 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More